ANTARA IBNU TAYMIYAH DAN ASY’ARIYAH

Siapa yang tak kenal Syaikh Ibnu Taymiyah, sosok besar yang kontroversial itu. Sebagian orang ada yang menganggapnya imam terbesar yang meski secara teori bisa salah sebagaimana manusia biasa tapi secara praktek dianggap tak pernah salah sehingga pendapatnya selalu menjadi patokan kebenaran. Sebagian lagi ada yang tak segan mengafirkannya karena berbagai alasan. Sebagian lagi menganggapnya fasiq dan bodoh tetapi tidak kafir. Barangkali benar orang yang bilang bahwa tak ada satu tokoh Islam yang polarisasi pendapat tentangnya setajam Ibnu Taymiyah.

Meskipun mayoritas masyarakat Indonesia bermazhab Syafi’iyah, namun berbagai pendapat Ibnu Taymiyah tersebar luas di Indonesia berkat kegigihan orang-orang yang menyebut dirinya Salafi. Dalam tulisan-tulisan Salafi, biasanya ditulis banyak sekali kritik Ibnu Taymiyah terhadap Asy’ariyah. Dalam tulisan ini saya ingin menyajikan beberapa pernyataan Ibnu Taymiyah yang barangkali asing dan aneh bagi banyak orang. Pernyataan-pernyataan yang menampakkan sisi lain dari tokoh ini.

1. Mengatakan bahwa Imam Asy’ari dan Ibnu Kullab adalah Ahlul Itsbat. Bila hampir semua Salafi mengatakan bahwa Asy’ariyah adalah ahlut ta’thil (orang-orang yang meniadakan sifat Allah) sehingga mereka selalu menyamakan Asy’ariyah sebagai Jahmiyah dan banyak dari mereka yang mempropagandakan bahwa Asy’ariyah mengikuti mazhab Imam Ibnu Kullab yang mereka sebut sebagai fase kedua Imam Asy’ari yang masih sesat, maka silakan baca pernyataan Ibnu Taymiyah berikut:

مجموع الفتاوى(12/ 202)

لَا رَيْبَ أَنَّ قَوْلَ ابْنِ كُلَّابٍ وَالْأَشْعَرِيِّ وَنَحْوِهِمَا مِنْ الْمُثْبِتَةِ لِلصِّفَاتِ لَيْسَ هُوَ قَوْلَ الْجَهْمِيَّة بَلْ وَلَا الْمُعْتَزِلَةِ بَلْ هَؤُلَاءِ لَهُمْ مُصَنَّفَاتٌ فِي الرَّدِّ عَلَى الْجَهْمِيَّة وَالْمُعْتَزِلَةِ وَبَيَانِ تَضْلِيلِ مَنْ نَفَاهَا بَلْ هُمْ تَارَةً يُكَفِّرُونَ الْجَهْمِيَّة وَالْمُعْتَزِلَةَ وَتَارَةً يُضَلِّلُونَهُمْ. لَا سِيَّمَا وَالْجَهْمُ هُوَ أَعْظَمُ النَّاسِ نَفْيًا لِلصِّفَاتِ بَلْ وَلِلْأَسْمَاءِ الْحُسْنَى

“Tak diragukan bahwa pendapat Ibnu kullab dan Al-Asy’ari dan orang yang seperti keduanya dari golongan Mutsbit (orang yang menetapkan sifat bagi Allah) bukanlah pendapat Jahmiyah dan bukan juga Muktazilah, bahkan mereka ini mengarang berbagai kitab untuk menolak Jahmiyah dan Muktazilah dan menerangkan kesesatan orang yang menafikan adanya sifat Allah (mu’atthilah). Bahkan mereka kadang mengafirkan Jahmiyah dan Muktazilah dan kadang hanya menyesatkan mereka saja, apalagi Jahm adalah orang yang paling besar pengingkarannya terhadap sifat bahkan terhadap Asmaul Husna”. (Majmu’ al-Fatawa)

2. Tak bisa menjawab tantangan ulama Asy’ariyah untuk berdiskusi, malah memuji-muji beliau. Bila Ibnu Taymiyah dikenalkan sebagai jago berdebat dengan siapapun sebab kecerdasannya, maka silakan baca kisahnya ketika berhadapan dengan Imam Alauddin al-Baji, salah satu tokoh besar Asy’ariyah-Syafi’iyah, berikut:

طبقات الشافعية الكبرى للسبكي (10/ 342)

وَكَانَ إِلَيْهِ مرجع المشكلات ومجالس المناظرات وَلما رَآهُ ابْن تَيْمِية عظمه وَلم يجر بَين يَدَيْهِ بِلَفْظَة فَأخذ الشَّيْخ عَلَاء الدّين يَقُول تكلم نبحث مَعَك وَابْن تَيْمِية يَقُول مثلي لا يتكلم بَين يَديك أَنا وظيفتي الاستفادة مِنْك

“Alauddin al-Baji adalah rujukan berbagai permasalahan dan ahli berdebat. Ketika Ibnu Taymiyah melihatnya, maka ia mengagungkannya dan tak berkata sepatah katapun di hadapannya. Lalu Syaikh Alauddin berkata: “Bicaralah! biarkan kami membahas bersamamu”. Ibnu Taymiyah menjawab: “Orang sepertiku tak layak berbicara di hadapanmu. Urusanku adalah mengambil faidah darimu”. (Thabaqat al-Syafi’iyah)

Di kitab lain, disebutkan Imam Alauddin bercerita tentang kejadian itu sebagai berikut:
الدرر الكامنة في أعيان المائة الثامنة (4/ 121)
أَن ابْن تَيْمِية لما دخل الْقَاهِرَة حضرت فِي الْمجْلس الَّذِي عقدوه لَهُ فَلَمَّا رَآنِي قَالَ هَذَا شيخ الْبِلَاد فَقلت لَا تطرئنى مَا هُنَا إِلَّا الْحق وحاققته على أَرْبَعَة عشر موضعا فَغير مَا كَانَ كتب بِهِ خطه

“Ketika Ibnu Taymiyahmemasuki kota Kairo, aku hadir di majlis yang dipersiapkan untuknya. Ketika ia melihatku, ia berkata: “Inilah Syaikh negeri ini”. Aku berkata: “Jangan berlebihan memujiku, di sini tak ada apapun kecuali kebenaran”. Kemudian aku mengoreksinya dalam 14 tempat lalu ia mengubah apa yang sudah ia tulis sendiri”. (al-Durar al-Kaminah).

3. Membela Imam Asy’ari dan para tokoh Asy’ariyah awal. Bila biasanya dikesankan bahwa ada permusuhan abadi antara Ibnu Taymiyah dan Asy’ariyah dan bahwa Asy’ariyah hanya berdalil dengan akal saja tidak dengan sunnah seperti para Jahmiyah, maka silakan baca pernyataannya berikut:

منهاج السنة النبوية (2/ 222)
ثُمَّ الْمُثْبِتُونَ لِلصِّفَاتِ مِنْهُمْ مَنْ يُثْبِتُ الصِّفَاتِ الْمَعْلُومَةَ بِالسَّمْعِ، كَمَا يُثْبِتُ الصِّفَاتِ الْمَعْلُومَةَ بِالْعَقْلِ، وَهَذَا قَوْلُ أَهْلِ السُّنَّةِ الْخَاصَّةِ – أَهْلِ الْحَدِيثِ وَمَنْ وَافَقَهُمْ – وَهُوَ قَوْلُ أَئِمَّةِ الْفُقَهَاءِ وَقَوْلُ أَئِمَّةِ الْكَلَامِ مِنْ أَهْلِ الْإِثْبَاتِ، كَأَبِي مُحَمَّدِ بْنِ كُلَّابٍ وَأَبِي الْعَبَّاسِ الْقَلَانِسِيِّ وَأَبِي الْحَسَنِ الْأَشْعَرِيِّ وَأَبِي عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُجَاهِدٍ وَأَبِي الْحَسَنِ الطَّبَرِيِّ وَالْقَاضِي أَبِي بَكْرِ بْنِ الْبَاقِلَّانِيِّ، وَلَمْ يَخْتَلِفْ فِي ذَلِكَ قَوْلُ الْأَشْعَرِيِّ وَقُدَمَاءِ أَئِمَّةِ أَصْحَابِهِ.

“Kemudian para Mutsbitun (orang yang menetapkan sifat) bagi Allah, di antara mereka ada yang menetapkan sifat yang diketahui dengan nukilan dari Nabi seperti halnya menetapkan sifat yang diketahui dari rasio. Inilah pendapat Ahlussunnah yang khusus; Ahlul Hadis dan mereka yang sepakat dengannya. Itu juga pendapat para Imam ahli fikih dan para imam ahli kalam dari kalangan ahlul itsbat seperti Ibnu Kullab, Abul Abbas al-Qalanisi, Abu Hasan al-Asy’ari, Abu Abdillah ibnu Mujahid, Abul Hasan at-Thabary dan Abu Bakar al-Baqillani. Pendapat al-Asy’ari dan para Imam Asy’ariyah yang awal-awal tak berbeda soal itu”.

4. Mengaku dirinya adalah Asy’ariyah. Mungkin ini mengagetkan, tapi silakan dibaca pengakuan Ibnu Taymiyah dalam pernyataan tobatnya yang dibacakan di depan para ulama saat itu dan dikutip dalam banyak kitab tarikh yang di antaranya adalah berikut:

الدرر الكامنة في أعيان المائة الثامنة (1/ 172)
وَوَقع الْبَحْث مَعَ بعض الْفُقَهَاء فَكتب عَلَيْهِ محْضر بِأَنَّهُ قَالَ أَنا أشعري ثمَّ وجد خطه بِمَا نَصه الَّذِي اعْتقد أَن الْقُرْآن معنى قَائِم بِذَات الله وَهُوَ صفة من صِفَات ذَاته الْقَدِيمَة وَهُوَ غير مَخْلُوق وَلَيْسَ بِحرف وَلَا صَوت وَأَن قَوْله {الرَّحْمَن على الْعَرْش اسْتَوَى} لَيْسَ على ظَاهره وَلَا أعلم كنه المُرَاد بِهِ بل لَا يُعلمهُ إِلَّا الله وَالْقَوْل فِي النُّزُول كالقول فِي الاسْتوَاء وَكتبه أَحْمد بن تَيْمِية ثمَّ أشهدوا عَلَيْهِ أَنه تَابَ مِمَّا يُنَافِي ذَلِك مُخْتَارًا

“Terjadi pembahasan beserta sebagian ahli fikih, maka seorang petugas menulis padanya [yang isinya] bahwa Ibnu Taymiyah berkata “Aku adalah seorang Asy’ariy”, kemudian ditemukan tulisan tangannya yang berisi: “Saya meyakini bahwa al-Qur’an adalah makna yang menetap dalam dzat Allah. Kalamullah itu adalah salah satu dari sifat-sifat dzat yang tak berawal. Kalamullah bukanlah makhluk dan tidak berupa huruf atau suara. Dan, firman Allah “ar-Rahman Istawa atas Arasy” bukanlah atas makna lahiriyahnya dan saya tak mengetahui hakikat yang dikehendaki darinya bahkan tak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Pendapat tentang nuzul (turunnya Allah) sama seperti pendapat soal istiwa’. Ahmad Ibnu Taymiyah menulis pengakuan ini lalu bersaksilah bahwa dia bertaubat dari apa yang menafikan pengakuan ini secara sukarela”. (al-Duror al-Kaminah)

Pengakuan tobat Ibnu Taymiyah tercatat terjadi beberapa kali. Ada tobat soal akidah, ada juga tobat soal pendapat fikhiyahnya yang kontroversial. Semuanya bisa dilacak di kitab-kitab tarikh dan profil ulama.

5. Menyatakan bahwa Mazhab Asy’ariyah dan Mazhab Imam Ahmad adalah sama. Kalau biasanya mereka yang anti Asy’ariyah suka membenturkan pernyataan Imam Ahmad dengan para tokoh Asy’ariyah, maka silakan dibaca pernyataan Ibnu Taymiyah berikut:

مجموع الفتاوى (6/ 53)
فَإِنَّ الْأَشْعَرِيَّ مَا كَانَ يَنْتَسِبُ إلَّا إلَى مَذْهَبِ أَهْلِ الْحَدِيثِ وَإِمَامُهُمْ عَنْهُ أَحْمَد بْنُ حَنْبَلٍ … وَ الْأَشْعَرِيَّةُ فِيمَا يُثْبِتُونَهُ مِنْ السُّنَّةِ فَرْعٌ عَلَى الْحَنْبَلِيَّةِ كَمَا أَنَّ مُتَكَلِّمَةَ الْحَنْبَلِيَّةِ – فِيمَا يَحْتَجُّونَ بِهِ مِنْ الْقِيَاسِ الْعَقْلِيِّ – فَرْعٌ عَلَيْهِمْ

“Maka sesungguhnya Al Asy’ari tidaklah berafiliasi kecuali pada mazhab Ahlul Hadis dan Imam mereka adalah Ahmad bin Hanbal. … Asy’ariyah dalam hal sunnah yang mereka tetapkan adalah cabang dari Hanbaliyah seperti halnya para ahli kalam Hanbaliyah dalam hal argumen rasional adalah cabang dari Asy’ariyah””. (Majmu’ al- (Majmu’ al-Fatawa)

Itulah sisi lain dari Ibnu Taymiyah yang jarang diekspose. Semua kutipan saya di atas ada dalam kitab yang tercetak dan bisa dicek validitasnya. Kalau ada yang kaget, itu wajar saja sebab tokoh satu ini memang penuh kejutan :-). Bahkan, masih banyak pernyataannya yang lebih mengagetkan dari fakta di atas. Kalau ada yang mau menyanggah atau mentakwil semua pernyataan Ibnu Taymiyah di atas sehingga hasilnya seolah Ibnu Taymiyah selalu menyerang Asy’ariyah, maka silakan saja. Tetapi usaha seperti ini tak akan banyak gunanya sebab Asy’ariyah yang merupakan mazhab mayoritas ulama takkan redup pengaruhnya hanya karena tidak didukung Ibnu Taymiyah seorang. Yang ada hanyalah Ibnu Taymiyah kelihatan tidak konsisten atau suka bertaqiyyah.

Semoga bermanfaat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.