Dinginnya al-Qur’an

Dinginnya al-Qur’an

Dalam perspektif Imam Bushiri, al-Qur’an bukan hanya adem atau sejuk, tapi dingin, bahkan sangat dingin. Beliau berkata dalam Syair Burdahnya yang fenomenal:

قرَّتْ بها عين قاريها فقلت له # لقد ظفرت بحبل الله فاعتصم

“Mata pembaca ayat al-Qur’an menjadi tenang dan sejuk, lalu aku katakan padanya: Sungguh anda telah menggapai tali Allah, maka berpeganglah padanya.”

إن تتلها خيفةً من حر نار لظى # أطفأت حر لظى من وردها الشبم

“Jika kau baca ayat-ayat al-Qur’an karena takut akan panasnya neraka ladhza (jahanam), maka kau dapat memadamkan panasnya neraka tersebut dari dinginnya mata air al-Qur’an”

Syaikh al-Bajuri dalam syarahnya menjelaskan bahwa kata “Qarrat biha” berarti mata pembaca al-Qur’an akan menjadi tenang dan teduh dengan membaca al-Qur’an sebab perasaan bahagia yang didapat. Sebagian ulama membacanya “qurrat” yang berarti matanya menjadi dingin dengan air mata kebahagiaan, bukan dengan air mata kesedihan. (al-Bajuri, Syarh al-Burdah)

Dalam syarahnya terhadap Burdah, Imam Ibnu Hajar al-Haitami menjelaskan bahwa kata “syabim” bermakna sangat dingin (syadid al-bard). Diumpamakan demikian sebab air dan al-Qur’an sama-sama dapat memadamkan api dan memberi keselamatan. (Ibnu Hajar, al-Umdah Fi Syarh Burdah)

Demikianlah para ulama besar dalam mengumpamakan al-Qur’an. Mereka mengumpamakannya seperti sumber air yang dingin, sejuk, dan memberi ketenangan bagi jiwa sekaligus menjadi sumber kehidupan. Dengan demikian, orang yang hawanya panas sebab banyak dosa, panas sebab hatinya penuh penyakit yang menggerogoti jiwa, panas sebab terlalu jauh dari Allah, maka dia akan mendapatkan kesejukan dan ketenangan dengan membaca al-Qur’an. Di dunia sejuk, dan di akhirat sejuk, Insyaallah.

Semoga kita diberi rizki menjadi orang yang mendaptakan kesejukan al-Qur’an. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.