Pertanyaan bagi yang Meyakini Allah Berada dalam Arah Tertentu

Sudah maklum bahwa dalam aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah (Asy’ariyah dan Maturidiyah) ditegaskan bahwa Allah ada tanpa arah dan tempat sebab Dzat Allah bukanlah jism (sesuatu yang punya volume). Allah tidak bisa dianggap berada dalam lokasi atau koordinat tertentu sebab yang demikian hanyalah jism belaka. Dalam hal ini Imam Ibnu Hajar al-Asqalani berkata:

وَلَا يَلْزَمُ مِنْ كَوْنِ جِهَتَيِ الْعُلُوِّ وَالسُّفْلِ مُحَالٌ عَلَى اللَّهِ أَنْ لَا يُوصَفَ بِالْعُلُوِّ لِأَنَّ وَصْفَهُ بِالْعُلُوِّ مِنْ جِهَةِ الْمَعْنَى وَالْمُسْتَحِيلُ كَوْنُ ذَلِكَ مِنْ جِهَةِ الْحِسِّ وَلِذَلِكَ وَرَدَ فِي صِفَتِهِ الْعَالِي وَالْعَلِيُّ وَالْمُتَعَالِي وَلَمْ يَرِدْ ضِدُّ ذَلِكَ وَإِنْ كَانَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْء علما جلّ وَعز

“Kemustahilan arah atas dan bawah bagi Allah tidak menunjukkan bahwa Allah tidak bisa disifati dengan sifat Kemahatinggian (al-‘Uluw) sebab penyifatan Allah dengan sifat Maha Tinggi adalah dari sisi maknawi. Yang mustahil adalah penyifatan Itu dari sisi indrawi. Karenanya, ada ayat atau hadits tentang sifat al-‘Âliy, al-‘Aliyy, dan al-Muta’âly (kesemuanya bermakna Yang Maha Tinggi) dan tak ada satu pun kebalikannya, meskipun Allah yang Maha Agung meliputi segala sesuatu dengan ilmu-Nya.” (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bâry, Juz VI, halaman 136)

Demikian juga seluruh imam Ahlussunnah yang lain sepakat menafikan adanya arah bagi Allah sehingga Allah diyakini ada tetapi keberadaan-Nya tak bisa disebut dengan ungkapan di atas, di bawah, di samping, di depan atau di belakang dalam makna indrawi atau makna lokasi. Kemahatinggian Allah tak lain bermakna kemahatinggian mutlak dalam derajat dan keagungan-Nya yang tak dapat dicapai siapa pun.

Namun demikian, selalu saja orang yang bersikukuh menebar propaganda bahwa Allah bertempat dan pastinya juga berada dalam arah tertentu. Mereka meyakini bahwa Allah bertempat secara fisikal (indrawi) di atas sana dan hanya terbatas di arah atas sana saja dengan berpedoman pada segelintir dalil yang tak dipahami secara komprehensif seperti arahan para ulama. Untuk mematahkan propaganda mereka, Syekh Saif bin Ali al-Ashri dalam kitab fenomenalnya, al-Qawl at-Tamâm Bi-Itsbât at-Tafwîdh Madzhaban Lis-Salaf al-Kirâm mengajukan beberapa pertanyaan sederhana sebagai berikut:

Apa pendapat kalian tentang aqidah Hulul (aqidah yang mengatakan bahwa Allah menyatu/bertempat di dalam makhluk)?

Bila kalian menjawab bahwa aqidah hulul adalah sesat, maka jawaban itu benar tetapi hal ini justru menafikan keberadaan Allah secara indrawi di arah atas sana.

Arah atas yang kalian tetapkan apakah makhluk atau bukan makhluk?

Bila kalian berkata bahwa arah atas itu makhluk, maka kalian sama saja telah meyakini aqidah hulul yang menyatakan Allah menyatu dalam makhluk, dan ini kufur. Namun bila kalian berkata bahwa arah atas itu bukan makhluk, maka kalian sudah menyelisihi firman Allah yang artinya: “Allah Maha Menciptakan segala sesuatu.” (QS. Ar-Ra’d: 16). Adapun bila kalian berkata bahwa arah itu adalah ketiadaan bukan sesuatu yang ada, maka sama saja kalian mengatakan Allah itu tidak ada sebab tak mungkin ada sesuatu yang ada di dalam ketiadaan.

Demikianlah pertanyaan dari Syekh Saif bin Ali al-Ashri yang tampaknya mustahil dijawab oleh mereka yang meyakini bahwa Allah bertempat dalam arah atau koordinat tertentu. Sudah maklum bagi semua yang berakal bahwa arah tak lain merupakan perspektif dari dua jism. Arah atas berarti perspektif dari jism yang di bawah terhadap jism lain yang lokasinya di atasnya. Arah bawah adalah perspektif dari jism yang di atas terhadap jism lain yang lokasinya di bawahnya, dan demikian seterusnya. Arah ini sudah pasti adalah makhluk sebab ia ada perspektif dari makhluk. Arah juga sesuatu yang riil atau nyata, bukan sesuatu yang tidak ada. Dengan demikian, meyakini bahwa Allah berada dalam arah tertentu sama halnya dengan meyakini bahwa Allah berada dalam makhluk tertentu dan ini sudah disepakati sebagai aqidah yang menyimpang. Wallahu a’lam.

Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember dan Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jatim.

Diambil dari https://islam.nu.or.id/post/read/100102/pertanyaan-bagi-yang-meyakini-allah-berada-dalam-arah-tertentu

1 Comment

  1. “…sebab tak mungkin ada sesuatu yang ada di dalam ketiadaan.” Maksudnya bagaimana ya? Bukankah Allah ﷻ sudah ada sebelum segala sesuatu ada?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.