Q & A Tentang Bahasan Ilmu Kalam

Q: Apa sih pentingnya membahas ilmu kalam terus?
A: Ilmu Kalam itu bagaikan obat, ia penting bagi mereka yang sakit akidahnya, yang punya keraguan tentang Tuhan, yang punya kecurigaan pada Tuhan atau Rasul. Bagi mereka yang akidahnya sehat tentu tak perlu membahas ilmu kalam. Tapi bukan berarti tak perlu ada yang membahasnya sama sekali sebab di saat sehat pun perlu ada yang belajar kedokteran supaya bisa mengobati bila ada yang sakit. Karena itu hukum belajar kalam adalah fardlu kifayah, artinya tak perlu semua menjadi ahli di bidang ini tapi tak boleh semua mengabaikannya.

Q: Yang penting kan cukup beriman pada Allah saja dan beribadah serta berbuat baik pada orang lain, tak perlu ilmu kalam segala bukan?
A: Yang penting di dunia ini ada banyak, bukan hanya itu. Pakai baju juga penting, kerja juga penting, bahkan tidur juga penting. Tentu saja Ilmu Kalam juga penting di samping beragam ilmu yang lain. Janganlah suka menyederhanakan masalah hingga lupa bahwa yang penting ada banyak.

Q: Bukankah membahas Ilmu kalam itu tidak produktif sebab hanya melahirkan perdebatan tanpa ujung?
A: Itu hanya karena anda tidak peduli sehingga tak tahu bahwa dengan bahasan itu banyak yang sadar bahwa selama ini keyakinannya tentang Allah bermasalah, bahwa ada yang keragu-raguannya terjawab, bahwa ada yang kebingungannya soal akidah telah mendapat pencerahan. Itu semua adalah manfaat yang besar. Soal perdebatan, maka semua ilmu mempunyai perdebatannya masing-masing. Bila tak sampai pada perdebatan, artinya belum mendalam bahasannya.

Q: Bukankah perdebatan soal teologi itu dapat mengeraskan hati?
A: Betul, dan demikian pula perdebatan soal fikih, tasawuf, ekonomi, politik, dan segala macam hal. Bahkan perdebatan soal urusan rumah tangga pun demikian. Tapi kenapa anda hanya menyorot perdebatan teologi saja tetapi menikmati perdebatan dalam ranah yang lain? Yang juga penting ditanyakan, kenapa anda melihat sisi perdebatannya bukan sisi manfaat ilmunya?

Q: Saya bingung kalau membahas kalam. Itu tidak menarik dan buang-buang waktu.
A: Kemampuan orang memang berbeda. Yang jelas bingung bukanlah hal yang patut dibanggakan. Tapi kebingungan itu selama tak sampai menimbulkan pikiran aneh-aneh tentang Tuhan maka tak masalah meskipun anda tak merasa tertarik.

Q: Saat ini akidah umat ini sudah benar semua, tak ada lagi aliran sesat macam-macam seperti di masa lalu itu. Jadi tak ada yang butuh ilmu kalam lagi bukan?
A: Justru sebaliknya, sekarang banyak akidah sesat, bak yang menduplikasi aliran sesat di masa lalu mau pun yang baru. Masalahnya memang tak semua orang tahu hal ini atau berinteraksi dengan mereka sehingga merasa mereka tak ada. Andai pun tidak ada saat ini, maka bukan berarti tak ada yang perlu belajar untuk berjaga-jaga.

Q: Sudahlah berhenti saja membahas teologi. hanya memecah belah umat?
A: Bila sudut pandangnya seperti itu, maka bahasan apa pun akan dianggap memecah belah umat. Membahas politik dianggap memecah belah, membahas mazhab fikih dianggap memecah belah, dan seterusnya tiap ada bahasan ikhtilaf lantas dianggap memecah belah. Kenyataannya bukan bahasannya yang memecah belah umat, tapi pikiran sempit yang tak mampu menerima ikhtilaf itulah yang sejatinya memecah belah umat.

Q: Rasulullah dan para sahabat tak membahas ilmu kalam kok, kenapa kita membahasnya?
A: Sebab tantangan zaman sudah berubah. Di masa Rasulullah dan para sahabat juga tak ada bahasan mendetail soal ilmu tajwid, ilmu nahwu, ilmu hadis, ilmu tafsir dan bahkan seluruh ilmu yang dianggap penting sekarang ini. Semua ilmu itu lahir dalam rangka menjawab tuntutan zaman masing-masing. Kalau anda hidup di zaman ini tapi merasa seolah masih hidup di zaman itu, maka artinya anda sedang salah jalan atau sedang mengigau.

Q: Kenapa sih membahas Tuhan dan yang ghaib-ghaib hingga mendetail, seolah tahu dan sudah melihat saja?
A: Ilmu kalam hanya membahas hal ghaib yang ranahnya bisa dijangkau oleh nalar manusia atau masih ada info soal hal itu dari wahyu. Jadi, tak ada bahasan yang sifatnya murni ghaib tanpa sedikit pun akal bisa menjangkau atau ada bocoran wahyu. Bila ada sebagian kecil yang seperti ini, maka itu bisa diabaikan sebab di luar wilayah ilmu kalam.

Q: Umat ini perlu bahasan yang sederhana-sederhana, seperti soal bersuci, shalat, puasa, zakat dan sebagainya. Itu yang sesungguhnya mereka butuhkan, bukan bahasan ilmu kalam yang rumit dan melangit itu bukan?
A: Umat mana yang anda bicarakan? Kalau yang dimaksud adalah tetangga dan kawan-kawan anda saja, maka mungkin saja itu benar. Tapi kalau yang dimaksud umat secara keseluruhan, maka anda jelas salah sebab justru banyak umat islam yang butuh terapi ilmu kalam. Tentu saja bahasan fikih dasar semacam itu juga penting, tapi bagi sebagian umat islam yang masih belum paham itu.

Q: Bahasan teroritis semacam ilmu kalam sama sekali tidak dibutuhkan. Yang dibutuhkan umat ini adalah aksi nyata menolong sesama dengan kegiatan sosial dan menumbuhkan ekonomi umat agar tidak tertinggal dari yang lain. Bukankah ini realitanya?
A: Yang anda sebutkan memang penting, silakan berjuang di bidang itu semaksimal mungkin. Tapi apakah nyinyir pada bahasan teoritis termasuk hal yang dibutuhkan umat? Apakah anda mau mengajak agar fokus seluruh umat berada dalam satu hal yang anda bicarakan itu tadi dan mengabaikan hal-hal lain hanya karena anda menganggapnya tidak dibutuhkan? Belajarlah berbesar hati untuk sadar bahwa “tak semua orang harus melakukan apa yang menjadi minat anda”. Semua pihak punya perannya masing-masing.

Q: Kalau mau membahas akidah, maka cukupkan diri pada bahasan sederhana saja, jangan membahas yang berat. Bukankah bijak bila demikian?
A: Yang bijak adalah ada yang membahas yang ringan-ringan dan ada juga yang membahas yang berat-berat. Semua dibutuhkan dalam porsinya masing-masing.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.