Melihat sebagian kawan yang memberi pengumuman akan bersih-bersih pertemanan alias unfriend, saya jadi ingat kisah lama yang diceritakan ustadz dahulu kala. Konon ada seorang kyai yang dipuji-puji sebagai idola dan rujukan. Banyak yang berdatangan ingin menjadi santrinya. Melihat itu, Sang Kyai tak lantas gembira. Ia tahu bahwa banyak follower belum tentu baik baginya. Selain itu, follower yang banyak itu belum tentu akan selalu cocok padanya.
Akhirnya dia menyuruh seorang santrinya untuk memanggil seorang pelacur yang terkenal cantik untuk datang ke kediamannya. Si pelacur pun datang dan dipersilakan masuk ke dalam rumah lalu pintu rumah ditutup. Setelah beberapa saat berlalu, kyai itu memercikkan sedikit air ke sarungnya sehingga terlihat ada bagian yang basah. Dalam keadaan demikian ia mengantar si pelacur keluar rumah dan menyuruh santrinya untuk membawa pelacur itu kembali pulang.
Kejadian itu membuat pondoknya heboh. Santri yang banyak itu mendadak pulang semua kecuali hanya beberapa orang saja. Mereka yang awalnya memuji berubah menjadi menghina dengan tuduhan bahwa Sang Kyai terlah berzina. Kejadian itu serupa unfriend massal secara tiba-tiba. Tapi Sang Kyai bukannya sedih, ia malah gembira sebab dengan begitu ia tahu siapa saja yang betul-betul merasa cocok padanya, yakni beberapa orang yang tetap tak pulang itu yang masih mau berpikir positif tentang gurunya. Kepada mereka lah Sang Kyai membocorkan rahasia bahwa insiden pelacur itu memang disengaja dan bahwa tak terjadi apa-apa antara dirinya dan si pelacur. Mereka itulah follower sejati yang diperlukan. Yang lain bisa di-unfriend saja.
Kisah yang kurang lebih sama ada dalam literatur tasawuf. Konon ada seorang sufi besar yang dielu-elukan keutamaannya. Suatu saat Sang Sufi didengar akan datang ke suatu kota. Penduduk kota itu pun berduyun-duyun berdiri untuk menyambutnya di perbatasan kota di hari yang dimaksud. Sang Sufi dari kejauhan melihat sambutan meriah itu, tapi ia tak suka. Ketika ia sampai di gerbang kota, orang-orang mengerubunginya dengan antusias. Saat itulah ia mengucap syathahat (ucapan mengigau ala sufi) dengan ucapan “Tak ada apa pun di balik jubahku kecuali Allah”. Mendengar itu, orang-orang yang menyambutnya tadi lantas melakukan unfriend massal. Mereka marah dan menuduhnya telah mengaku sebagai Allah atau menyatu dengan-Nya. Beberapa bahkan memberinya hadiah bogem. Sang Sufi tersenyum melihat itu dan gembira sebab tak diganggu lagi. Adapun Syathahat itu, tak lebih dari sekedar ungkapan cinta dan perhatian pada Allah saja sehingga selain Allah tak dianggap ada. Yang tak bisa melihat sisi positif ini, memang lebih baik unfriend saja.
Begitulah masyarakat, kebanyakan mereka akan kagum pada seseorang ketika orang itu sejalan dengan kemauan mereka saja. Ketika orang itu menampakkan sisi lain yang berbeda dengan harapan mereka, maka kekaguman itu akan hilang seketika. Mereka ingin sosok yang dikaguminya menuruti ekpektasi mereka dengan menjadi apa yang mereka mau. Untuk orang yang suka kemerdekaan dan kebebasan, follower yang semacam ini tak diperlukan.
Karena itu saya tak pernah membuat pengumuman bersih-bersih daftar pertemanan. Cukup membuat tulisan yang kontroversial dan provokatif saja, nanti juga daftar itu rontok sendiri tanpa capek-capek unfriend. Beberapa yang rontok adalah mereka yang sebelumnya memuji-muji bahkan menyatakan ingin dianggap sebagai murid ketika tulisan saya masih sesuai dengan seleranya. Hehe… Aku mah apa atuh.
diambil dari facebook post @Abdul Wahab Ahmad