SIAPAKAH YANG MENGATAKAN ALLAH BERTEMPAT?
Sering saya temukan kawan-kawan pendaku salafi menolak kalau dikatakan bahwa akidah mereka meyakini Allah bertempat. Mereka balik bertanya: “Siapakah yang menyatakan bahwa Allah bertempat? Kami tak pernah menyatakan bertempat. Kami hanya mengikuti nash bahwa Allah di atas, Allah maha tinggi, Allah istawa, dan seterusnya tanpa perlu mengatakan bertempat atau tidak.”
Mereka justru merasa didhalimi dan difitnah karena tak merasa menetapkan “bertempat” tapi dituduh menetapkan kata yang mereka anggap bid’ah ahli kalam. Tak ada salaf yang mengatakan “bertempat” itu sehingga tak perlu membahas itu, kata mereka.
Oke, untuk menjawab pertanyaan itu, maka harap diketahui bahwa yang mengatakan Allah bertempat salah satunya adalah Syaikh Ibnu Taymiyah. Ketika menukil riwayat Imran Bin Hushain tentang asal mula sesuatu yang wujud, ia kemudian berkata:
وكان ذلك مناسبًا في العقل لأن يكون العرش مكانًا له والسموات مكان عبيده كان الثابت بالآية التي تلاها وبغيرها من الآيات والأحاديث
(بيان تلبيس الجهمية : – ج: ٣ ص: ٢٨٥ )
“Hal itu masuk akal bahwa Arasy MENJADI TEMPAT ALLAH dan langit menjadi tempat hamba-hambanya. Hal itu valid berdasarkan ayat yang telah dibacanya dan ayat serta hadis lainnya. (Ibnu Taymiyah, Bayan Talbis al-Jahmiyah)
Jelas sekali bahwa Ibnu Taymiyah menetapkan tempat (al-makan) bagi Allah, yakni Arasy. Menurutnya ini cocok dengan ayat dan hadis sebagaimana ia pahami. Tentu saja klaim semacam ini tidak tepat, tapi setidaknya kita jadi tahu pendapat beliau bagaimana dalam masalah “bertempat” ini.
Apakah Syaikh Ibnu Taymiyah sesat karena menambah kata “bertempat” dan malah menetapkan istilah bid’ah ahli kalam? Silakan simpulkan sendiri.