Mengenal Nafsu

Banyak orang bicara tentang nafsu tapi mereka tidak kenal apa sebenarnya nafsu itu. Sebagian menganggapnya pasti salah, pasti negatif. Sebagian lagi menganggapnya sebuah kenikmatan yang seharusnya dicapai. Sebagian lainnya bersikap anti nafsu tapi justru dengan nafsu.

Nafsu dalam bahasa Arab adalah الهوى yang berarti keinginan diri. Maksudnya adalah segala keinginan yang bersifat duniawi, manusiawi, atau bahkan hewani. Keinginan anda untuk punya baju bagus, rumah bagus, kendaraan bagus, makanan enak, pasangan yang rupawan dan segala macam hal duniawi lainnya adalah nafsu. Demikian juga keinginan untuk tampil religius di dunia termasuk nafsu, misalnya ingin dipanggil kyai, ustadz, habib, orang alim, orang shalih, menjadi penceramah nomer wahid, nasehatnya mendapat banyak like, dan seterusnya yang berbau akhirat tapi berlaku di dunia, seluruhnya adalah nafsu.

Apakah nafsu selalu buruk atau haram? Tentu saja tidak. Nafsu itu pada asalnya netral, secara hakikat ia tak baik atau buruk namun bisa menjadi baik atau buruk tergantung kondisi atau konteks masing-masing orang. Karena sifatnya yang punya potensi baik sekaligus buruk, para ulama Sufi yang ahli tahqiq biasanya melarang mematikan nafsu ke akar-akarnya. Ia harusnya dikontrol, bukan dimatikan. Seluruh riyadhah (penggemblengan diri) dalam dunia tasawuf bertujuan untuk mengontrol nafsu, bukan mematikannya.

Karena nafsu pada asalnya halal, maka melakukan sesuatu karena nafsu pada dasarnya juga halal. Memilih kendaraan yang bagus karena nafsu tak haram, berburu kuliner enak di berbagai tempat untuk memuaskan nafsu makannya juga tak haram, mencari pasangan rupawan demi nafsu juga tak haram, demikian juga poligami demi memuaskan nafsu juga tak haram. Mengharamkan hal-hal di atas sama saja dengan membuat syariat baru, yang begini ini baru haram. Karena hal itu semua halal, maka tak boleh dicela seolah haram. Ini penting diingat karena banyak yang berlebihan dalam hal ini hingga ada yang menyangka bahwa pakaian Rasul jelek semua, Istri-istri Rasul jelek-jelek, dan semua yang berhubungan dengan Rasul serba jelek sebab Rasul dianggap tak mungkin punya “nafsu” terhadap yang bagus-bagus.

Namun, semua pemuasan nafsu dengan cara halal itu tetap harus dikontrol supaya tak berimbas pada hal haram. Nafsu yang awalnya halal itu bisa jadi haram apabila berubah dari wilayah “menuruti selera” biasa ke daerah yang jelas haram, misalnya: Suka yang bagus-bagus berubah menjadi kesombongan, poligami berubah menjadi ketidak-adilan, niatan menjadi orang alim berubah menjadi ujub dan riya’ dan seterusnya. Efek samping inilah yang haram.

Bila seseorang menuruti nafsunya namun bisa mengontrol agar efek sampingnya tak muncul, maka nafsunya tidaklah tercela. Tak masalah makan enak asal tak lupa membantu yang lapar. Tak masalah suka rumah bagus, wajah rupawan, dan fasilitas bagus asal tak ada sombong, riya’, ujub, dan aneka penyakit hati turunannya. Karena itulah, jangan heran bila banyak tokoh agama yang seringkali menasehati tentang bahaya nafsu duniawi tetapi kita lihat hidupnya serba mewah. Kita wajib berhusnudzan mereka sudah mampu menampik efek samping nafsunya. Namun untuk diri sendiri, kita harus selalu curiga.

Satu hal lagi, nafsu itu punya banyak versi. Banyak orang yang menghindar dari satu nafsu menuju versi nafsu lain yang sama buruknya namun ia tak sadar karena tanpa bimbingan guru yang tepat. Misalnya:

– Sebagian Wanita muslimah memutuskan nafsu suka memamerkan wajahnya sehingga memilih bercadar. Tapi kemudian ia terjun pada nafsu lainnya untuk tampil eksklusif dan merasa levelnya jauh lebih baik dari yang tak bercadar. Mereka hijrah dari nafsu cantik ragawi tapi terjun dalam nafsu lain berupa haus pujian dan pengakuan sebagai pemilik kecantikan hati.

– Sebagian orang memilih menjauh dari nafsu duniawi dengan jalan hidup serba sederhana. Namun ia kemudian tak kenal lelah memamerkan kesederhanaannya dan mencela orang yang tak sepertinya. Ia hijrah dari nafsu dipuji sebagai orang kaya menuju nafsu dipuji sebagai orang sederhana. Ia menyeberang dari kesombongan sebagai orang kaya beralih ke kesombongan sebagai orang tak punya.

– Sebagian orang memilih tak sekolah formal supaya terhindar dari hasrat duniawi ingin cari kerja atau lain-lain yang duniawi sewaktu mencari ilmu. Tapi ia kemudian memupuk niatan ingin jadi tokoh masyarakat yang terpandang. Ini sama saja hijrah dari satu versi cinta dunia dan tak ikhlas menuntut ilmu ke versi lain dari cinta dunia dan tak ikhlas.

Anda mau hijrah? Pastikan anda jangan hijrah dari satu versi nafsu ke versi nafsu lain yang sejatinya sama saja. Di beragam versi nafsu inilah setan mempermainkan manusia.

Semoga bermanfaat.

Diambil dari FB Post @Abdul_Wahab_Ahmad

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.