LOGIKA YANG TAK LOGIS
Oleh: Abdul Wahab Ahmad
Banyak orang yang melontarkan sebuah logika untuk menguatkan argumennya, tetapi kebanyakan logika yang dilontarkan orang awam tidaklah logis (tidak masuk akal). Logika yang tak logis adalah istilah bagi argumen yang hanya akal-akalan saja, tidak menunjukkan kebenaran rasional.
Untuk membentuk logika yang betul-betul logis, biasanya harus belajar Ilmu Logika atau yang dalam khazanah islam dikenal dengan Ilmu Manthiq. Mempelajari ilmu ini sangat disarankan menurut Imam al-Ghazali agar penarikan kesimpulan bisa valid. Para Imam Mujtahid yang jenius-jenius itu tak butuh ilmu seperti ini, sama tak butuhnya mereka menghafal nadham Alfiyah Ibnu Malik agar mahir kaidah Nahwu, tapi beda ceritanya dengan orang-orang belakangan.
Penarikan kesimpulan yang keliru bisa terjadi pada siapapun, dalam hal apapun, utamanya bagi yang tak ahli dalam analisis data yang menuntut penggunaan logika yang kuat. Sejarah ini mencatat banyak sekali hafidz (penghafal ratusan ribu hadis) tetapi mencatat sedikit sekali mujtahid. Menghafal bukanlah analisis data tetapi hanya menghimpun data, demikian juga jarh dan ta’dil dalam hadis. Beda dengan ijtihad yang memang berupa analisis data dan penarikan kesimpulan yang valid. Sebab itu, kalau hanya tahu dan hafal suatu hadis, tidak berarti orang yang bersangkutan bisa menarik kesimpulan yang benar dari hadis itu.
Contoh logika yang tak logis dalam wacana fikih islam yang dikembangkan sebagian kelompok adalah sebagai berikut:
NABI MENGAJARKAN AGAR JANGAN KITA JADIKAN RUMAH SEBAGAI KUBURAN YANG TAK DIBACAI AL-QUR’AN, INI BERARTI KUBURAN BUKAN TEMPAT MEMBACA AL-QUR’AN. KESIMPULANNYA, DILARANG MEMBACA AL-QUR’AN DI KUBURAN
Logika di atas adalah cacat sebab sama sekali tak nyambung. Dalam pesan Nabi agar tak menjadikan rumah sebagai kuburan, ada penyamaan antara rumah yang tak dibacai al-Qur’an dengan kuburan, dan antara penghuni rumah dengan penghuni kuburan. Kesimpulannya, yang punya rumah jangan kayak mayit yang tak pernah membaca al-Qur’an. Jadi, agar rumahnya tak seperti rumah mayit (kuburan), maka bacalah al-Qur’an.
Pesan Nabi tersebut maksimal hanya menyarankan penghuni rumah agar membaca al-Qur’an di rumahnya. Sama sekali tak ada larangan bagi peziarah kubur untuk membaca al-Qur’an di kuburan, bahkan sama sekali tak disinggung tentang peziarah dalam hadis tersebut sehingga aneh bila kesimpulannya mengarah ke peziarah kubur.
Kalau masih gagal paham, anggap saja ada orang yang bilang agar lampu rumah dinyalakan biar tak seperti kuburan. Bukan berarti orang itu melarang menyalakan lampu di kuburan bukan? Bisa ketawa orangnya yang bilang tadi kalau disimpulkan seperti itu.
Contoh logika yang tak logis lainnya:
NABI MENGAJARKAN AGAR TETANGGA MAYIT MEMBERI MAKAN KELUARGA YANG DIA TINGGALKAN SEBAB MEREKA SEDANG BERSEDIH. KESIMPULANNYA, KELUARGA MAYIT DILARANG MENYUGUHKAN MAKANAN PADA PENTAKZIYAH.
Ini sama tak nyambungnya dengan contoh sebelumnya. Ajarannya hanya agar memberikan bantuan makanan pada keluarga yang kehilangan anggota keluarganya dan ini sangat dipraktekkan di masyarakat. Sama sekali tak ada larangan bagi keluarga mayit untuk balik memberikan sesuatu pada orang yang mengunjunginya.
Kalau masih gagal paham, anggap saja ada himbauan agar kita bersedekah pada orang miskin di sekitar rumah, bukan berarti orang miskin tadi dilarang bersedekah juga bukan? Aneh sekali kesimpulannya.
Semoga bermanfaat